Cegah Korupsi Korporasi Kajati Sulsel Berikan Penguatan Tata Kelola di PT Pertamina Patra Niaga Sulawesi

Cegah Korupsi Korporasi Kajati Sulsel Berikan Penguatan Tata Kelola di PT Pertamina Patra Niaga Sulawesi

 

KEJATI SULSEL, Makassar– Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, hadir sebagai narasumber utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Penguatan Tata Kelola Perusahaan Melalui Kepatuhan Hukum Serta Mitigasi Risiko Dalam Proses Bisnis Di PT Pertamina Patra Niaga". Kegiatan ini berlangsung di Novotel Makassar, Kamis (18/12/2025).

Acara dibuka oleh Executive General Manager PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Regional Sulawesi, Deny Sukendar. Dalam sambutannya, Deny menekankan pentingnya keseimbangan antara dinamika bisnis dan kepatuhan aturan.

“Kami diminta lebih dinamis namun tetap memperhatikan rambu-rambu peraturan yang ada. Forum ini adalah momen penting untuk menyerap ilmu dari para pakar agar inovasi perusahaan berjalan sesuai prinsip governance, integritas, dan akuntabilitas demi keberlangsungan bisnis," ujar Deny.

Dalam paparannya, Kajati Sulsel Dr. Didik Farkhan Alisyahdi membawakan materi bertema "Mencegah Aksi Korporasi Menjadi Kasus Korupsi". Beliau menyoroti sejumlah kasus besar BUMN di tahun 2025 sebagai pembelajaran, mulai dari kasus tata kelola minyak mentah di Pertamina, kredit fiktif LPEI, hingga investasi fiktif di PT Taspen.

Didik menekankan bahwa kunci utama perlindungan bagi direksi adalah penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan Business Judgement Rule (BJR).
 * GCG: Bisnis harus berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan independensi. Keputusan harus demi kepentingan perusahaan, bukan individu.
 * BJR: Direksi tidak dapat dipidana atas kerugian bisnis selama keputusan diambil dengan itikad baik (good faith), kehati-hatian (due care), dan berdasarkan informasi yang memadai.

Didik Farkhan juga mengingatkan adanya Pasal 48 KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang mulai berlaku. "Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika terbukti membiarkan korporasi melakukan tindak pidana atau tidak melakukan langkah pencegahan yang semestinya," tegas Didik.

Turut hadir sebagai narasumber, Guru Besar FH UGM, Prof. Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M.. Ia membedah konsep diskresi dalam BUMN dan kaitannya dengan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016.

Prof. Zainal menjelaskan bahwa diskresi diperlukan untuk mengatasi stagnasi atau kekosongan hukum, namun harus memenuhi syarat objektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
 * Putusan MK: Menegaskan bahwa frasa "dapat merugikan negara" kini harus dimaknai sebagai kerugian yang "telah nyata" (bukan sekadar potensi).
 * Mitigasi: Jika kebijakan diambil tanpa SOP/TKO, maka wajib disertai kajian bisnis yang mendalam, legal opinion, serta dokumentasi keputusan yang rinci untuk membuktikan ketiadaan niat jahat (mens rea).

"Diskresi dalam BUMN memang ada, namun berbeda dengan diskresi pemerintah. Dasarnya adalah keputusan bisnis yang masuk akal (reasonable business decision) demi keberlanjutan usaha," jelas Prof. Zainal.

Melalui FGD ini, Kejati Sulsel berkomitmen untuk terus mengawal BUMN di wilayah Sulawesi Selatan agar tetap inovatif tanpa melanggar koridor hukum, guna mewujudkan iklim bisnis yang sehat dan bebas dari korupsi.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan